Rabu, 20 Januari 2010

Peta Politik Sulawesi Barat Cermin Politik dalam Dua Masa

Rekam jejak kekuatan politik yang kurang memberikan manfaat menjadi bumerang di Sulawesi Barat. Loyalitas terhadap patron politik yang sebelumnya terbangun kokoh bukan tidak mungkin beralih.

Secara historis, Sulawesi Barat (Sulbar) dikenal sebagai wilayah bermukimnya orang Mandar. Memang, Mandar merupakan etnis mayoritas yang mendiami wilayah ini. Berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik di lima kabupaten yang kemudian membentuk Provinsi Sulbar, separuh bagian penduduk Sulbar beretnis Mandar.

Meski demikian, Sulbar saat ini tidak hanya dipenuhi oleh penduduk beretnis Mandar. Sebanyak 14 persen penduduk beretnis Toraja dan 10 persen Bugis juga bermukim di wilayah ini. Sisanya, kelompok suku bangsa lain. Dengan proporsi sebesar itu, Mandar tampak menonjol. Bahkan, kerap kali wilayah provinsi termuda di Indonesia ini diidentikkan dengan kewilayahan Mandar sejak berabad yang lalu.

Namun, dinamika politik yang terpetakan saat ini di Sulbar tak bisa dilepaskan dari Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai provinsi induknya. Sebelum mengalami pemekaran wilayah menjadi provinsi sendiri pada tahun 2004, Sulbar direpresentasikan oleh tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang menjadi Polewali Mandar dan kabupaten pemekaran Mamasa), Majene, dan Mamuju (sekarang Mamuju dan kabupaten pemekaran Mamuju Utara). Seperti juga peta politik Sulsel, Sulbar yang kental dengan identitas budaya itu berhasil ”dikuningkan” Golkar.

Loyalitas mutlak

Kemunculan perdana Golkar pada Pemilu 1971 termasuk fantastis. Perolehan suara yang berhasil dikantongi mencapai tiga perempat bagian dari total suara. Partai-partai politik lain, terlebih partai bercorak keagamaan, bertumbangan. Dengan proporsi kemenangan mutlak tersebut, pola-pola kemenangan partai dan kelompok yang merujuk pada identitas keagamaan pada Pemilu 1955 tergeser. Sebagaimana yang terjadi pada pemilu pertama ini, di wilayah Sulbar yang masa itu disebut Mandar—mengacu pada afdeling Mandar bentukan pemerintah kolonial Belanda—peserta pemilu yang berpaham agamalah yang berkibar. Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan representasi partai bercorak keislaman, mampu mendominasi perolehan suara hingga dua pertiga bagian. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) pun mampu meraih posisi kedua dengan 15,7 persen suara. Partai-partai bercorak nasionalis, sosialis, ataupun komunis tidak banyak berpengaruh di wilayah ini.

Pemilu 1977 semakin mengentalkan penguasaan partai berlambang pohon beringin ini. Kali ini 84 persen suara teraih. Demikian pula, empat kali penyelenggaraan pemilu berikutnya pundi-pundi Golkar selalu terisi penuh, di atas 90 persen. Bahkan, pada pemilu terakhir di masa kekuasaan rezim Orde Baru (1997) partai pemerintah ini menang dengan 95 persen suara! PPP yang merupakan representasi partai-partai bercorak keislaman yang pernah menguasai Sulbar dalam kurun waktu tersebut menjadi minoritas, di bawah 5 persen. Terlebih PDI, yang hanya mampu membukukan 1 persen suara saja.

Kemenangan Golkar, di samping kekuatan rezim Orde Baru yang menyertainya, tidak lepas dari kemampuan partai ini dalam meramu ideologi ”pembangunan” yang dikenalkannya untuk menggantikan kuatnya politik aliran dan kuatnya identitas yang membelah masyarakat wilayah ini. Di satu sisi, wilayah Sulbar yang terikat dalam wilayah konfederasi Pitu Ba’bana Binanga (tujuh kerajaan yang terletak di kawasan pesisir) dan Pitu Ulunna Salu (tujuh kerajaan di kawasan pegunungan) itu terhuni oleh tiga suku bangsa besar, Mandar, Toraja, dan Bugis.

Pada sisi lain, suku-suku bangsa menganut keyakinan beragama yang berbeda pula, yaitu Islam yang dianut mayoritas etnis Mandar dan Bugis dan Kristen bagi mereka yang mayoritas beretnis Toraja. Hal ini pula yang membuat partai-partai bercorak keislaman, seperti Masyumi, NU, dan bercorak kekristenan, seperti Parkindo, tampil menjadi pemenang di tahun 1955.

Perubahan patron

Titik balik muncul seiring perubahan besar yang bertajuk reformasi terjadi di negeri ini. Kebebasan sikap politik masyarakat kembali memperoleh ruang. Kemenangan memang masih menemani Partai Golkar pada Pemilu 1999 dan 2004. Namun, prestasinya merosot. Dari perolehan sebelumnya di atas 90 persen, hasil Pemilu 1999 membukukan 61 persen. Angka ini semakin menyusut pada Pemilu 2004, hanya mampu meraih 44,7 persen suara. Penyusutan dukungan terhadap Golkar otomatis memberi peluang bagi partai lain. Pada pemilu pertama pascareformasi, PDI Perjuangan (PDI-P) merebut posisi kedua yang sebelumnya selalu ditempati PPP. Hanya di Kabupaten Majene PPP mampu mempertahankan posisi. Namun, timbangan kembali bergerak. Dukungan terhadap PDI-P dan PPP pun kembali terkikis di tahun 2004, tergantikan oleh Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Bagi Partai Golkar, ajang kontestasi politik lokal dalam pilkada yang berlangsung tahun 2005-2008 juga tidak memberi cermin yang indah. Dari lima pemilihan bupati dan satu pemilihan gubernur, pasangan yang diusung Partai Golkar hanya unggul pada pemilihan gubernur Sulbar dan pemilihan bupati Mamasa. Di Mamuju Utara, pasangan dari PDI-P yang menjadi juara. Sisanya, yaitu di Mamuju, Majene, dan Polewali Mandar, dimenangkan pasangan dari koalisi parpol. Dengan menggabungkan hasil kontestasi politik nasional 2004 dan berbagai hasil pilkada, tampak benar bahwa kekuatan partai ini memasuki masa rawan, sejalan dengan luputnya penguasaan wilayah di daerah yang sebelum-sebelumnya dikuasai.

Persoalannya kini, jika pengaruh Partai Golkar mulai terkikis, sementara partai-partai yang mewariskan corak keagamaan, baik Islam maupun Kristen, tidak juga mampu menggantikan penguasaan politik, konfigurasi politik apa yang terjadi dalam pemilu mendatang?

Becermin pada ajang pilkada lalu, tampak benar bahwa mesin politik parpol bukanlah satu-satunya penyokong kemenangan. Popularitas tokoh sering kali justru menentukan ke mana pilihan dijatuhkan. Dalam hal ini, kualitas dan rekam jejak selama ini menjadi acuan derajat popularitas tokoh-tokoh yang bersaing dalam kontestasi lokal. Di sisi lain, bagi masyarakat Sulbar, selain kualitas serta rekam jejak pemimpin selama ini, ikatan etnisitas dan kekerabatan masih kental. Faktor-faktor semacam ini secara langsung memberi celah bagi peranan patron sebagai pengarah opini publik yang potensial di ranah politik.

Bagaimanapun, posisi patron tidak sama di semua wilayah Sulbar. Di daerah pesisir, misalnya, dengan karakter masyarakat yang cenderung terbuka dan dinamis membentuk dan membutuhkan patron-patron politik yang cenderung bersifat rasional dan kadang pragmatis. Mereka yang memiliki sifat kepemimpinan dan terbukti berjasa pada masyarakat potensial menjadi patron masyarakat. Di sisi lain, bagi masyarakat pegunungan, posisi tokoh adat dan agama sebagai patron komunitas tampak tergolong kuat. Dengan kondisi semacam ini, kepiawaian meramu strategi penguasaan politik yang berbasis pada identitas di dua wilayah yang berbeda kultur politik ini bisa jadi menjadi faktor penentu dalam ajang kontestasi politik Pemilu 2009. (Sugihandari/ Litbang Kompas)

Sumber :
Sugihandari
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/24/00481596/sulawesi.barat
24 Februari 2009

1 komentar:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 085320279333
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS .

    BalasHapus